Softskill

“Generasi Penerus bangsa yang Hilang” 

ancaman Kesejahteraan

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak bulan Agustus 1997 telah menimbulkan dampak yang sangat luas bagi kehidupan masyarakat. Diawali dengan nilai tukar rupiah yang merosot tajam terhadap Dolar AS, mengakibatkan kinerja kegiatan produksi yang terus melemah dikarenakan bahan baku yang berasal dari luar negeri. Kondisi ini kemudian menyebabkan banyak perusahaan yang akhirnya harus gulung tikar. Tercatata sedikitnya dua puluh lima juta orang pengangguran baru yang dihasilkan oleh krisis ekonomi ini. Tentunya terdapat puluhan juta jiwa yang menggantungkan hidup pada pekerja-pekerja yang di PHK itu. Dari data yang dikumpulkan DEPSOS untuk ilayah Jakarta hingga Juli 1998, tercatat adanya peningkatan jumlah Gelandangan dan Pengemis (GEPENG) sebesar 30%, WTS 30%, pedagang asongan 75%, dan anak jalanan 200% (Replubika, 29 Juli 1998).


Keadaan sosial yang telah menghasilkan banyak orang miskin baru ini merupakan masalah sosial yang penting untuk segera diatasi. Jumlah siswa yang harus putus sekolah meningkat tajam di saat program wajib belajar sedang giat-giatnya digalakkan. Keadaan gizi buruk dan kesehatan masyarakat yang menurun sehingga mencapai titik yang memprihatinkan. Kenyataan ini harus diantisipasi untuk menghindari terdapatnya “generasi yang hilang” beberapa dasawrasa mendatang. Kesejahteraan sosial telah dijamin oleh Undang Undang, lalu bagaimanakah sebenarnya relisasi pemeliharaan oleh negara yang dikehendaki oleh konstitusi? Sesuai dengan UU No 11 tahun 2009, yang dimaksdud dengan kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan meterial, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Dari penjelasan UU No 11 Tahun 2009 tersebut terlihat relevansi daris sitem ekonomi dalam upaya menanggulangi kemiskinan. Sistem ekonomi kerakyatan yang berasal dari rakyat, dikerjakan oleh rakyat, dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat banyak merupakan bentuk ideal yang seyogianya dan wajib diciptakan oleh negara. Dengan berjalannya mekanisme ekonomi kerakyatan yang memberikan kesempatan yang adil terhadap sumber-sumber modal, maka kesejahteraan masyarakat dapat dipelihara agar tidak jatuh ke jurang kemiskinan. Masyarakat tidak dapat disalahkan atas kemiskinan yang dideritanya. Peningkatanan kesejahteraanlah yang harusnya digalakkan, kesejahteraan merupakan hak mutlak yang harus dimiliki, sementara negara berkewajiban dan memiliki tanggung jawab yang penuh dalam menciptkan mekanisme ekonomi kerakyatan yang kondusif bagi kesejahteraan rakyat. Tetapi dalam kenyataannya, pemerintah belum berhasil menciptakan kesempatan bag masyarakat untuk mencapai hal itu. Akumulasi modal yang hanya berputar pada segelintir kalangan masyarakat pada masa orde baru tak ayal merupakan kesejahteraan yang terstruktur yang tidak boleh terulang kembali. Oleh karena itu, usaha pemerintah untuk menerapkan sistem ekonomi kerakyatan akhir-akhir ini dapat disambut positif sebagai wujud tanggung jawab negara memelihara kesejahteraan rakyatnya.

Berikut analisis produk hukum UU No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial:



      I.    Pengertian Hukum

I.1 Pengertian

Defini pada permulaan pelajaran ada manfaatnya bagi orang yang baru memulai mempelajari ilmu pengetahuan. Akan tetapi kurang tepat kiranya untuk memberikan definisi tentang apakah yang dinamakan Hukum itu. Menurut ProfMr.LJ van Apeldoorm dalam bukunya yang berjudul “Inleiing tot de studie van het Nederlandse Recth”, definisi tentang hukum adalah sangat sulit untuk dibuat, karena itu tidak mungkin untuk mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan. Kurang lebih 200 tahun yang lalu Immanuel Khant pernah menulis dengan terjemana sebagai berikut “masih juga sarjana hukum mencari-cari suatu definisi tentang hukum. Sesungguhnya ucapan Khant hingga kini masih berlaku sebab telah banyak benar Sarjana Hukum mencari suatu batasan tentang Hukum namun psetiap pembatasan tentang Hukum yang diperoleh, belum pernah memberikan kepuasa.

            Hampir semua Sarjana Hukum memberikan pembatasan Hukum yang berlaianan, kata Prof.Van Apeldoorn. Berbagai permasalahan perumusan yang dikemukakan, kita akan menjumpai tidak adanya penyesuaian pendapat. Beberapa definisi Hukum dari pada Sarjana Hukum lain yang diantaranya dapat diterjemahkan sebagai berikut:

Prof. Mr. E. M. Mayers dalam bukunya “De Algemene begrifen van het Burgerlijk recht”. Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan ke susilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi Penguasa-Penguasa Negara dalam melakukan tugas-nya”.

          Sesungguhnya akan sukar bagi kita untuk memberi definisi hukum yang merumuskan semua pihak. Akan tetapi walaupun tak mungkin diadakan suatu batasan yang lengkap tentang apakah itu hukum , namun Drs. E. Utrecht, SH telah mencoba membuat suatu batasan, yang maksudnya sebagai pegangan bagi orang yang sedang mempelajari Ilmu Hukum, yang tertuang dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Dalam Hukum Indonesia” (1953), memberikan batasan Hukum sebagai berikut:

“Hukum itu adalah himpunana peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”.

            Selanjutnya Prof. Van Aperdoorn dalam bukunya telah disebutkan di atas mengatakan, bahwa barangsiapa hendak mengenal sebuah gedung, maka seharusnya ia melihat sendiri gunung itu, demikian pula barangsiapa ingin mengenal Hukum, ia pun harus melihatnya pula. Namun jika kita ingin melihat Hukum, kita lalu berhadapan dengan suatu kesulitan, oleh karena gedung itu dapat dilihat, tetapi hukum tidak dapat kita lihat. Sesungguhnya kita dapat mengetahui adanya Hukum itu, bila mana kita melanggarnya, yakni pada waktu kita berhadapan dengan Polisi, Jaksa, dan Hakim, terlebih lagi jika kita berada dalam penjara.

            Akan tetapi walaupun hukum tidak dapat kita lihat, namun sangat penting ia bagi kehidupan masyarakat, karena Hukum itu mengatur perhubungan antara anggota masyarakat, karena Hukum itu mengatur perhubungan antara anggota masyarakat itu dengan masyrakatnya. Artinya, hukum itu mengatur hubungan antara manusia perseorangan dengan masyarakat. Perhubungan itu bermacam-macam bentuknya, seperti hubungan dalam perkawinan, tempat kediaman (domisili), pekerjaan, perjanjian dalam perdagangan dan lain-lain.

            Semua perhubungan yang beraneka ragam itu dinamakan perhubungan kemsyarakatan yang diatur oleh apa yang disebut Hukum itu. Dan karena lapangan Hukum itu luas sekali, menyebabkan Hukum itu dapat diadakan suatu definisi singkat yang meliputi segalanya. Selanjutnya hendaknya diperhatikan, bahwa untuk dapat mengrti sungguh-sungguh segala suatu tentang hukum dan mendapat pandangan yang selengkap-lengkapnya, tidak dapat hanya mempelajari buah karangan satu atau dua orang. Setiap pengarang hanya mengemukakan segi-segi tertentu sebagaimana dilihat olehnya.

       Dari pernyataan diatas, sesuai dnegan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial sebagai salah satu produk hukum Indoensaia, dimana menyimpulkan definisi dengan adanya batasan hukum dan mengemukakan segi-segi tertentu sebagaimana dilihat olehnya, bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial merupakan kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanki-sanki yang bersifat mengikat yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi pemerinta Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan Presiden Republik Indoensia, dan badan resmi berwajib lainnya, dimana pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tersebut berkaitan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu, sesuai dengan ketentuan yang telah di atur didalamnya terhadap berlangsungnya Kesejahteraan Sosial.

            Adapun definisi Kesejahteraan Sosial di dalam UU Nomor 11 Tahun 2009, tertuang di dalam Pasal 1 ayat (1), yang berbunyi:

“Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan  fungsi sosialnya”. (1)

I.2 Unsur-Unsur Hukum

            Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para Sarjana Hukum Indoeneisa tersebut di atas, dapatlah diambil kesimpulan, bahwa Hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:

a.      Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.

UU Nomor 11 Tahun 2009 sudah dapat dikatakan sebagai Hukum dikarenakan UU Nomor 11 Tahun 2009 sudah selaras dengan unsur hukum diatas, di mana peraturan mengenai tingkah laku manusia dan pergaulan masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial tertuang dalam Pasal 2.

b.      Peraturan ini diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.

UU Nomor 11 Tahun 2009 sudah dapat dikatakan sebagai Hukum dikarenakan UU Nomor 11 Tahun 2009 sudah selaras dengan unsur hukum diatas, di mana peraturan tersebut ditimbang dan disetujui dengan persetujuan bersama DPR RI dan Presiden RI.

c.       Peraturan itu bersifat memaksa.

UU Nomor 11 Tahun 2009 sudah dapat dikatakan sebagai Hukum dikarenakan UU Nomor 11 Tahun 2009 sudah selaras dengan unsur hukum diatas, di mana peraturan yang bersifat memaksa terbukti dengan adanya penjabaran pembinaan, dan pengawasan serta pemantauan dan evaluasi yang tertuang pada BAB X.

d.     Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

UU Nomor 11 Tahun 2009 sudah dapat dikatakan sebagai Hukum dikarenakna UU Nomor 11 Tahun 2009 sudah selaras dengan unsur hukum diatas, di mana peraturan memuat sanksi administratif bagi pelanggar peraturan adalah tegas yang tertuang di dalam Pasal 49.

I.3 Ciri-Ciri Hukum

Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat mengenal ciri-ciri hukum yaitu:

a.      Adanya perintah dan/ atau larangan
b.      Perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang

Ciri -ciri hukum diatas selaras dengan UU Nomor 11 Tahun 2009, dimana UU Nomor 11 Tahun 2009 memuat perintah dan/atau larangan, peraturan atau larangan itu harus patuh ditaati yang tertuang dalam Pasal 49 yang berbunyi:

“Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 48 dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara dari kegiatan;
c. pencabutan izin; dan/atau
d. denda administratif”.

Setiap orang wajib bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga tata-tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu hukum meliputi berbagai peraturan yang menentukan dan mengatur perhubungan dengan orang yang satu dengan yang lain, yakni peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan Kaidah Hukum.

Hukuman atau pidana itu bermacam-macam jenisnya, yang menurut Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ialah:

1.      Pokok pidana, yang terdiri dari:

1.      Pidana mati
2.      Pidana penjara
  • Seumur Hidup
  • Sementara (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya satu tahun) atau pidana penjara selama waktu tertentu.
3.      Pidana kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya satu tahun
4.      Pidana denda (sebagai pengganti hukuman kurungan)
5.      Pidana tutupan

2.      Pidana tambahan, yang terdiri dari:

1.      Pencabutan hak-hak tertentu
2.      Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
3.      Pengumuman keputusan hakim

UU Nomor 11 Tahun 2009 tidak memiliki ketentuan pidana dalam pasalnya, UU Nomor 11 Tahun 2009 hanya memiliki sanksi adminitratif di dalam pasalnya.

I.4 Sifat dari Hukum

Tidaklah semua orang mau menaati kaedah-kaedah hukum dan agar supaya sesuatu peraturan hidup kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan ditaati sehingga menjadi Kaedah Hukum, maka peraturan hidup kemasyarakatan itu harus diperlengkapi dengan unsur memaksa. Dengan demikian Hukum itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya menaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau menaatinya.

UU Nomor 11 Tahun 2009 memiliki sifat hukum yang sama yakni mengatur dan memaksa, mengatur begaimana berjalannya Kesejahteraan Sosial mampu berjalan sesuai dengan tujuan, dan memaksa para pelaku ekonomi mampu mengikuti aturan dengan adanya sanksi jika adanya pelanggar.

      II.  Tujuan Hukum       

Dalam pergaulan masyarakat terdapat maka macam hubungan antara anggota masyarakat, yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan anggota masyarakat itu. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalma hubungan antara anggota masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan kesadaran tiap-tiap anggota masyarakat itu. Peraturan-peraturan hukum yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat untuk patuh menaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam tiap perhubungan dalam masyarakat. Setiap hubungan kemasyarakatan tak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Dengan demikian, hukuman itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikasi pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. Berkenaan dengan tujuan hukum, kita mengenal beberapa pendapat sarjana ilmu hukum yang diantaranya sebagai berikut:

                      GENY

          Dalam “Science et technique en droit prive positif,” Geny mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Dan sebagai unsur dari pada keadilan disebutkannya “kepentingan daya guna dan kemanfaatan”

                     BENTHAM (TEORI UTILITIS)

            Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the morals and legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-semata apa yang berfaedah bagi orang. Dan karena apa yang berfaedah kepada orang yang satu, mungkin merugikan orang lain, maka menurut teori utilitis, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagian sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama dari pada hukum.
            Dalam hal ini, pendapat Bentham dititikberatkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum, namun tidak memperhatikan unsur keadilan. Sebaliknya Mr J. H. P. Beefroid dalam bukunya “Inleiding tot de Rechtswetenschap in Nederland” mengatakan: “De inhoud van het recht dient te worden bepalald onder leiding van twee grondbeginselen, t.w.de rechtvaardigheid en de doeatigheid (isi hukum harus ditentukan menurut dua azas, yaitu asas keadilan dan faedah).

UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial berasas dan bertujuan yakni yang tertuang dalam Pasal 2 dan Pasal 3, yang berbunyi:

“Penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan berdasarkan asas:

a.      kesetiakawanan; 
b.      keadilan . . .
c.       keadilan;
d.      kemanfaatan;
e.      keterpaduan;
f.        kemitraan;
g.      keterbukaan;
h.      akuntabilitas;
i.        partisipasi;
j.        profesionalitas; dan
k.       keberlanjutan”. (Pasal 2)

                     III.  Sumber-Sumber Hukum

Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah: segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mepunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau di langgar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.

1.      Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi, filsafat, dan sebagainya.

2.      Sumber-sumber hukum formal antara lain ialah:

a.    Undang-undang (statue)

Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengingat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara. Menurut BUYS, undang-undang itu mempunyai dua arti, yakni:

      a)      Undang-undang dalam arti formal

        Ialah setiap keputusan Pemerintah yang memerlukan undang-undang karena cara pembuatannya (misalnya: dibuat oleh Pemerintah bersama-sama dengan parlemen)

       b)      Undang-undangdalam arti material

        Ialah setiap keputusan Pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.

1.      Sayarat-Sayarat Berlakunya Bagi Suatu Penduduk

Syarat mutlak untuk berlakunya suatu undang-undang ialah diundangkan dalam Lembaga Negara (LN) oleh Menteri/sekretaris Negara. Tanggal mulai berlakunya satu undang-undang menurut tanggal yang ditentukan dalam undang-undang itu sendiri. Jika tanggal itu berlakunya tidak disebutkan dalam undang-undang, maka undang-undang itu mulai berlaku 30 hari setelah diundangkan dalam LN. untuk Jawa dan Madura, dan untuk daerah-daerah lainnya baru berlaku 100 hari setelah pengundangan dalam L.N. Sesudah syarat tersebut dipenuhi, maka berlakulah suatu fictie dalam hukum: “SETIAP ORANG DIANGGAP TELAH MENGETAHUI ADANYA SUATU UNDANG-UNDANG”. Hal ini berarti jika ada seseorang yang melanggar undnag-undang tersebut, ia tidak diperkenankan membela dan membebaskan diri dengan alasan: “Saya tidak tahu menahu adanya undang-undang itu”

2.      Berakhirnya Kekuatan Berlakunya Suatu Undnag-Undang

            Suatu undang-undang tidak berlaku lagi jika:
  • Jangka waktu berlaku telah ditentukan oleh undang-undang itu sudah lampau.
  • Keadaan suatu hal untuk mana undnag-undang itu diadakan sudah tidak ada lagi.
  • Undnag-undang itu dnegan tegas dicabut instasi yang membuat atau instasi yang lebih tinggi.
  • Telah diadakan undang-undang yang baru yang isinya bertentangan dengan undang-undang yang dulu berlaku.
b.    Kebiasaan (costum)

          Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbulah suatu kebiasaan umum, yang olehpergaulan hidup dipandang sebagai hukum.

c.    Keputusan-Keputusan Hakim (Jurisprudentie)

Juruspudensi ialah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.

      Ada dua macam Jurispudensi yaitu:

a.      Jurisprudensi Tetap
b.      Jurisprudensi Tidak Tetap

Adapun yang dinamakan Jurisprudensi tetap ialah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa yang menjadi dasar bagi pengadilan untuk mengambil keputusan. Seorang hakim mengikuti keputusan hakim yang terdahulu itu karena ia sependapat dengan isi keputusan tersebut dan lagi pula hanya dipakai sebagai pedoman dalam mengambil suatu keputusan menegnai suatu perkara yang serupa. Jelaslah bahwa jurisprudensi adalah juga sumber hukum tersendiri.

d.    Traktat (treaty)

Pacta Sunt Servanda yang berarti, bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati dan tepati. Perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih disebut perjanjian antar negara atau perjanjian internasional ataupun Traktat. Traktat juga mengikat warganegara-warganegara dari negara-negara yang bersangkutan. 

e.    Pendapat Sarjana Hukum (doktrin)

Pendapat para sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim. Terutama dalam hubungan internasional pendapat-pendapat para sarjan hukum mempunyai pengaruh yang sangat besar. Bagi hukum internasional pendapat para sarjana hukum merupakan sumber hukum yang sangat penting.

Mahkamah Internasional dalam Piagam Mahkamah Internasional Pasal 38 aya 1 mengakui, bahwa dalam menimbang dan memutus suatu perselisihan dapat menggunakan beberapa pedoman yang antara lain ialah:

     a.   Perjanjian-perjnajian internasional
     b.   Kebiasaan-kebiasaan internasional
     c.    Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab
     d.   Keputusan hakim dan pendapat-pendapat sarjana hukum

Menurut berbagai sumber hukum, sumber hukum dari perkoperasian adalah bersumber dari undang-undang yakni UU Nomor 11 Tahun 2009, dimana berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

                     IV.  Kodefikasi Hukum

      Menurut bentuknya, hukum itu dapat dibedakanantara:

      1.      Hukum tertulis.

            Mengenai hukum tertulis, terdiri atas hukum tertulis yang dikodefikasikan, dan hukum tertulis yang tidak dikodefikasikan. Dimana arti dari kodifikasi itu sendiri adalah pemukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.

      2.      Hukum tidak tertulis

Dalam hal ini UU Nomor 11 Tahun 2009 metupakan bentuk hukum tertulis yang tidak dikodefikasikan.

 V.  Macam-Macam Pembagian Hukum

Walaupun hukum itu terlalu luas sekali sehingga orang tak dapat mebuat definisi singkat yang meliputi segala-galanya, namun dapat juga hukum itu dibagi dalam beberapa golongan hukum menurut beberapa asas – pembagian, sebagai berikut:

1.      Menurut Sumbernya, hukum terbagi dalam:

a.      Hukum Undang-Undang
b.      Hukum Kebiasaan
c.       Hukum Traktat
d.      Hukum Jurispundensi

Menurut analisis saya, dilihat dari sumbernya UU Nomor 11 Tahun 2009 termasuk dalam golongan hukum undang-undang, di mana UU Nomor 11 Rahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial merupakan hukum yang tercantum dalam peraturan perundangundangan.

2.      Menurut Bentuknya, hukum terbagi dalam:

a.      Hukum Tertulis
b.      Hukum Tidak Tertulis

Menurut analisis saya, dilihat dari bentuknya UU Nomor 11 Tahun 2009 termasuk dalam golongan hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan, di mana UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perkoperasian merupakan hukum yang berbentuk secara tertulis di tulis dalam undang-undang.

3.      Menurut Tempat Berlakunya, hukum terbagi dalam:

a.      Hukum Nasional
b.      Hukum Internasional
c.       Hukum Asing
d.      Hukum Gereja

Menurut analisis saya, dilihat dari tempat berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2009 termasuk dalam golongan hukum nasional, di mana UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial merupakan suatu hukum yang berlaku dalam suatu negara yakni Indonesia dalam mengatur kesejahteraan sosial masyarakat di Indoensia.

4.      Menurut Waktu Berlakunya, hukum terbagi dalam:

a.      Ius Contitutum
b.      Ius Constituendum
c.       Hukum Asasi

Menurut analisis saya, dilihat dari tempat berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2009 termasuk dalam golongan Ius Contitutum, di mana UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial merupakan hukum positif, di mana yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Singkatnya, hukum tersebut berlaku bagi masyarakat pada suatu waktu , dalam suatu tempat tertentu.

5.      Menurut Cara Mempertahankan, hukum terbagi dalam:

a.      Hukum Material
b.      Hukum Formal Hukum Proses atau Hukum Acara

Menurut analisis saya, dilihat dari tempat berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2009 termasuk dalam golongan hukum material, di mana UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial merupakan subuah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

6.      Menurut Sifatnya, terbagi dalam:

a.      Hukum yang memaksa
b.      Hukum yang mengatur

Menurut analisis saya, dilihat dari tempat berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2009 termasuk dalam golongan hukum yang memaksa, di mana UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial merupakan sebuah hukum yang dalam kedaan bagaimanapun juga harus mempunyai paksaan mutlak.

7.      Menurut Wujudnya, hukum terbagi dalam:

a.      Hukum Objektif
b.      Hukum Subjektif

Menurut analisis saya, dilihat dari tempat berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2009 termasuk dalam golongan hukum objektif, di mana UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial merupakan sebuah hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang mengatur hubungan-hukum antara dua orang atau lebih.

8.      Menurut Isinya, hukum terbagi dalam:

a.      Hukum Privat
b.      Hukum Publik

Menurut analisis saya, dilihat dari tempat berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2009 termasuk dalam golongan hukum privat, di mana UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial merupakan sebuah hukum yang mengatur hubungan-hubungan anatar orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan kelompok tidak pada kepentingan perseorangan.

                     VI. Kesimpulan

Kesejahteraan adalah hal mutlak bagi setiap masyarakat Indoenisa. Dan negara memiliki kewajiban penuh dalam memberikan instrumen dalam terciptanya kesejahteraan. Kesejahteraan sosial merupakan hal yang sangat patut untuk dibenahi dnegan cepat dang tanggap, dan mendesak untuk segera dituntaskan. Kesejahteraan sosial di jamin dalam Undang-Undang, tertuang dalam UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, dimana konstitusi telang mengakomodasi hak atas kesejahteraan sosial. Menyelamatkan generasi penurus agar tak hilang menjadi tanggung jawab yang pelik yang perlu kita sadari bersama.


Referensi:

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
Tersedia: http://www.indonesia.go.id/in/produk-hukum/undang-undang [Acsessed April 25, 2016]

Bahan Ajar Aspek Hukum Dalam BIsnis (pdf)
Tersedia: http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab1-pengertian_dan_tujuan_hukum.pdf [Acsessed April 25, 2016]

Artikel Krisis Ekonomi Indonesia 1997
Tersedia: http://www.seasite.niu.edu/indonesian/reformasi/krisis_ekonomi.htm [Acsessed April 25, 2016]




Komentar

Postingan Populer